Saya memiliki kakak laki-laki karena saya nomor dua dari enam bersaudara. Ketika itu saya kira-kira berumur 9 tahun dan kakak berumur 11 tahun. Seperti biasa kami bermain ala permainan kampung. Setelah lelah bermain kami memotong tebu di kebun bersama-sama, tebu yang kami potong satu batang yang kebetulan sudah pantas untuk dipotong artinya kami memotong bagian batang yang sudah manis rasanya untuk dimakan. Setelah selesai mengupas tebu itu kakak saya berlaku tidak adil, karena dia memotong menjadi dua bagian yang tidak sama. Sudah saya duga sebelumnya pasti kakak akan mengambil bagian yang lebih panjang dari bagian saya. Benar ternyata kakak mengambil bagian yang lebih panjang. Kemudian saya tidak terima karena mendapat bagian yang lebih sedikit.
“Kenapa saya mendapat bagian yang pendek?” Kata saya
“Karena saya yang memotong di kebun dan sekaligus mengupasnya, sedangkan kamu tinggal makan” Kata kakak.
“Aku juga bisa mengupas tebu?” Kata saya
“Ia kakak percaya, tapi kakak takut kalau tangan kamu nanti kena pisau, karena kamu masih kecil” Kata kakak
“Saya tadi juga ikut ketika memotong tebu di kebun!” Kata saya
“Memang kamu ikut ke kebun, tapi kan kamu baru belajar supaya nanti bisa memotong tebu sendiri” Kata kakak
Kakak saya memang baik, selalu mengajari saya tentang banyak hal, tapi kali ini saya tidak terima mendapat bagian tebu lebih sedikit dari kakak. Karena itu senjata menangis saya keluarkan sambil merebut tebu yang ada di tangan kakak. Saya menangis sekeras mungkin agar terdengar oleh ibu dan bapak. Benar juga akhirnya bapak yang keluar rumah menghampiri kami berdua sambil membawa pisau.
“Ada apa berantem?” Tanya bapak
“Ini, saya diberi bagian tebu lebih sedikit dari kakak” Kata saya membela diri
“Ia tapi kan saya yang memotong dan mengupasnya, adik tinggal makan” Kata kakak juga membela diri
Kemudian bapak saya memberi pisau itu kepada saya dan kakak saya masih memegang pisau yang dipakai untuk mengupas tebu.
Setelah memberikan pisau itu kepada saya, bapak kemudian bicara lagi
“Ayo gunakan pisau itu dan silahkan berantem, siapa yang menang akan mendapat tebu itu semuanya” Kata bapak, kemudian berkata lagi.
“Bapak lebih baik memiliki anak satu dari pada anak dua berantem”
“Ayo, bapak akan lihat siapa yang menang”
Kami saling berpandangan, lama sekali hingga akhirnya.
“Kenapa tidak kalian lakukan?” Kata bapak
Kami menggelengkan kepala bersama-sama kemudian tertawa karena melihat bapak saya tertawa lucu.
“Kalau kamu tidak mau berantem menggunakan pisau itu, berarti kalian berdua anak-anak bapak sejati.
“Ayo, sekarang makan tebu bersama-sama bapak” Kata bapak sambil mengambil bagian tebu dari milik kakak.Malamnya saya bermimpi indah, jalan-jalan bersama kakak dan bapak pergi ke Borobudur.
Tebet, 5.31 PM Kamis, 17/04/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar